Tuesday, August 26, 2025

Kejagung Digugat karena Diduga ‘Main Mata’, Eksekusi Silfester Matutina Mangkrak Bertahun-tahun!

Jakarta UKN

Dunia hukum Indonesia kembali diguncang oleh kabar mengejutkan. Kejaksaan Agung Republik Indonesia, institusi yang seharusnya menjadi benteng terakhir penegakan hukum, justru kini berada di kursi tergugat. Penyebabnya? Mereka dituding melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) karena tak kunjung mengeksekusi terpidana kasus pencemaran nama baik, Silfester Matutina, yang sudah berkekuatan hukum tetap alias inkrah.

Baca Juga  yaitu

1.    Senayan di Demo Besar-besaran Minta DPR Dibubarkan, Adakah Dalang di Baliknya?

2.    Terungkan banyak pemda yang kurang peduli terhadap skor SPI KPK

3.    Heboh! Rakyat Siap Duduki Senayan, Gelombang Massa Teriakkan “Bubarkan DPR RI pada  25 Agustus 2025!”

4.    Immanuel Ebenezer Tersangka KPK, Malah Minta Amnesti ke Istana

5.    Waduh ! Wamenaker Noel Jadi Dalang Pemerasan Sertifikat K3, 11 Orang Dijadikan Tersangka KPK

6.    Awal Mula Terkuaknya 72 Siswa 'Siluman' di SMAN 5 Bengkulu, Kepala Sekolah Murka

7.    Gempar! Wamenaker Noel Ebenezer Terjaring OTT KPK, Terseret Dugaan Pemerasan Perusahaan

Gugatan tersebut bukan isapan jempol belaka. Kantor hukum Dhen & Partners Advocates and Legal Consultants, yang diwakili oleh advokat Heru Nugroho dan R. Dwi Priyono, resmi mendaftarkan gugatan ini ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Bahkan perkara ini telah teregistrasi dengan nomor 847/Pdt.G/2025/PN JKT.SEL. Agenda sidang perdana dijadwalkan berlangsung pada Kamis, 28 Agustus 2025.

Kronologi Kasus yaitu Dari Vonis Inkrah Hingga Eksekusi Mangkrak. Kasus ini berawal dari vonis pengadilan terhadap Silfester Matutina atas perkara pencemaran nama baik. Setelah melalui proses panjang, mulai dari pengadilan tingkat pertama hingga kasasi, Silfester dinyatakan bersalah dan vonisnya sudah berkekuatan hukum tetap.

Namun, yang terjadi sungguh di luar dugaan. Meski putusan telah inkrah, eksekusi tak kunjung dilaksanakan. Aparat kejaksaan, yang berdasarkan Pasal 270 KUHAP memiliki kewajiban mengeksekusi putusan pengadilan, justru diam seribu bahasa.

Pihak penggugat menilai tindakan itu bukan sekadar kelalaian, melainkan perbuatan melawan hukum yang mencoreng wajah penegakan hukum di Indonesia.

“Perbuatan tersebut sangat patut diduga sebagai PMH, karena apa yang seharusnya dilaksanakan oleh Kejaksaan justru tidak dijalankan. Ironi besar ketika aparat penegak hukum sendiri yang melanggar hukum,” tegas Heru Nugroho dalam keterangannya.

Gugatan ini tidak hanya diarahkan pada Kejaksaan Agung, tetapi juga mencakup Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, serta Hakim Pengawas PN Jakarta Selatan. Dengan kata lain, gugatan ini menyoroti rantai kelembagaan yang lengkap, dari pusat hingga daerah.

Langkah hukum ini dianggap sangat berani, bahkan bisa menjadi momentum penting dalam sejarah peradilan Indonesia. Menggugat Kejaksaan Agung bukan perkara kecil. Sebab, institusi ini memiliki kewenangan besar, termasuk dalam proses penuntutan dan eksekusi perkara.

Namun, keberanian ini didorong oleh satu alasan mendasar: supremasi hukum harus ditegakkan. Jika aparat hukum sendiri bisa mengabaikan putusan pengadilan yang sudah inkrah, maka prinsip equality before the law hanya akan menjadi jargon kosong.

Dasar Hukum Gugatan, KUHAP dan UU Kejaksaan. Dalam permohonan yang diajukan, penggugat menekankan dasar hukum yang sangat jelas yaitu :

1.    Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia yang menegaskan kewajiban jaksa dalam mengeksekusi putusan pengadilan.

2.    Pasal 270 KUHAP, yang menyatakan bahwa pelaksanaan putusan pengadilan dilakukan oleh jaksa.

Dengan dua dasar hukum itu, seharusnya tidak ada alasan bagi Kejaksaan untuk menunda eksekusi. Fakta bahwa eksekusi tak kunjung dilakukan justru menimbulkan kecurigaan adanya faktor lain di luar hukum.

“Apakah ada permainan politik? Apakah ada intervensi kekuasaan atau kepentingan tertentu? Inilah pertanyaan besar yang kini muncul di ruang publik,” ujar Dwi Priyono dengan nada kritis.

Preseden Buruk Penegakan Hukum. Para penggugat menilai bahwa kelalaian atau bahkan kesengajaan menunda eksekusi ini bisa menciptakan preseden buruk. Jika masyarakat melihat ada terpidana yang bebas berkeliaran meski sudah divonis bersalah, kepercayaan terhadap hukum akan semakin runtuh.

“Ini bahaya besar. Rakyat bisa berpikir bahwa hukum hanya tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas. Bahwa yang punya kuasa atau koneksi bisa lolos dari jeratan hukum, meski putusannya sudah inkrah,” lanjut Heru Nugroho.

Dalam konteks inilah, gugatan terhadap Kejagung dipandang sebagai upaya untuk menyelamatkan wajah hukum Indonesia. Jika dibiarkan, maka tidak menutup kemungkinan kasus serupa akan terjadi lagi di masa depan.

Publik mungkin bertanya-tanya, siapa sebenarnya Silfester Matutina? Ia dikenal sebagai sosok yang cukup kontroversial, beberapa kali terseret dalam kasus hukum, termasuk perkara pencemaran nama baik yang kini menjeratnya.

Meski telah divonis, keberadaan Silfester yang masih bebas dianggap sebagai bentuk ketidakadilan bagi korban. “Bayangkan, korban sudah disakiti nama baiknya, lalu menempuh jalur hukum panjang, menang di pengadilan, tapi ujung-ujungnya vonis tak dijalankan. Apa artinya keadilan kalau begini?” kata seorang praktisi hukum yang enggan disebut namanya.

Hingga berita ini diturunkan, pihak Kejaksaan Agung belum memberikan penjelasan resmi terkait gugatan tersebut. Namun, tekanan publik semakin besar. Media sosial dipenuhi komentar pedas yang menuding adanya “main mata” antara aparat penegak hukum dan pihak terpidana.

“Kalau rakyat kecil pasti langsung ditangkap dan dieksekusi. Tapi kalau orang punya koneksi, bisa aman-aman saja. Inilah wajah asli hukum kita!” tulis seorang warganet di platform X (dulu Twitter).

Komentar senada juga ramai di Facebook dan Instagram, menandakan isu ini telah menjadi perhatian publik luas.

Kasus ini bukan sekadar gugatan perdata. Ia bisa menjadi momentum penting untuk menguji integritas penegak hukum di Indonesia. Apakah aparat berani menjalankan kewajiban sesuai aturan, atau justru tunduk pada tekanan dan kepentingan tertentu?

Sidang pertama pada 28 Agustus 2025 diyakini akan menjadi sorotan publik. Jika gugatan ini dikabulkan, maka Kejaksaan harus segera mengeksekusi putusan terhadap Silfester. Sebaliknya, jika gugatan ditolak, kepercayaan publik terhadap peradilan bisa semakin merosot.

Kasus Silfester hanyalah satu contoh dari sekian banyak masalah eksekusi vonis di negeri ini. Ada banyak kasus lain di mana terpidana yang sudah divonis inkrah tak kunjung dieksekusi, entah karena alasan teknis, administratif, atau bahkan politis.

Hal ini menunjukkan adanya ketidakpastian hukum yang akut. Padahal, salah satu syarat negara hukum adalah kepastian hukum. Tanpa itu, masyarakat bisa kehilangan rasa percaya, dan hukum tak lagi dipandang sebagai panglima.

Kini semua mata tertuju ke PN Jakarta Selatan, tempat gugatan ini disidangkan. Publik menanti apakah hakim akan berani bersikap independen, atau justru ikut larut dalam arus status quo.

Apa pun hasilnya, gugatan ini sudah membuka tabir tentang lemahnya eksekusi hukum di Indonesia. Lebih jauh, ia menjadi peringatan keras bahwa tanpa keberanian menegakkan hukum secara adil, bangsa ini hanya akan terus dilingkupi ketidakpastian dan ketidakadilan.

Seperti kata pepatah hukum, “Fiat justitia ruat caelum” – tegakkan keadilan meski langit runtuh. Dan kini, masyarakat menunggu, apakah keadilan itu benar-benar akan ditegakkan dalam kasus Silfester Matutina. (TIM)
Share:

0 komentar:

Featured Post

Usai Santap Makan Bergizi Gratis, RSUD Lebong Kewalahan, Polisi Turun Tangan”

SEKDIS PENDIDIKAN

KABID SMP DISDIK EMPAT LAWANG

KABID KESMAS

KABID SDA DINAS PUPR 4L

KABAG KESRA EMPAT LAWANG

KABAG UMUM EMPAT LAWANG

KABAG TAPEM

SMAN 1 LK

SMAN 1 SALING

SMAN 1 PENDOPO

SMAN 3 TEBING TINGGI

SMAN 1 MUARA PINANG 4 L

SMKN 1 EMPAT LAWANG

SMKN 2 EMPAT LAWANG

SLBN 4L

SMP N 2 TT

SDN 1 TALANG PADANG

KADES KARANG ARE TP

KADES KEMBAHANG BARU

KADES ULAK DABUK TP

PJ. KADES MEKAR JAYA TB. TINGGI

SD NEGERI 24 TBG. TINGGI

Cari di web ini

Tag